Ruanginspirasimu.com – Adaptasi Hedonis kebahagiaan yang tak bertahan lama, kenapa itu bisa terjadi? Cerita inspirasi tentang Ardi, akan mampu membantumu memahaminya dengan sederhana.
Sejak kecil, Ardi memiliki impian besar, ia ingin memiliki studio musik sendiri. Ia selalu membayangkan bagaimana rasanya memiliki tempat di mana ia bisa menciptakan lagu, bermain musik, dan berbagi karya dengan orang lain. Bertahun-tahun ia bekerja keras, menabung, dan mempelajari segala hal tentang produksi musik.
Hingga akhirnya, di usia 30 tahun, impian itu terwujud.
Saat pertama kali membuka pintu studionya, Ardi merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
Ia menghabiskan berjam-jam di dalamnya, merasakan kepuasan yang tak tergambarkan.
Namun, beberapa bulan kemudian, perasaan itu mulai memudar.
Studio yang dulu terasa seperti surga kini menjadi tempat biasa.
Andi masih menyukainya, tetapi tak lagi merasakan euforia seperti saat awal memilikinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Fenomena yang dialami Ardi bukanlah sesuatu yang aneh.
Dalam psikologi, hal ini dikenal sebagai adaptasi hedonis,
sebuah konsep yang menjelaskan bagaimana manusia cenderung kembali ke tingkat kebahagiaan awal mereka,
setelah mengalami peristiwa yang sangat menyenangkan atau sangat menyedihkan.
Ini adalah mekanisme alami otak yang membuat manusia mampu beradaptasi dengan berbagai keadaan,
baik itu kesuksesan maupun kegagalan.
Apa Itu Adaptasi Hedonis dan Cara Kerjanya?
Adaptasi hedonis bekerja layaknya roda berputar.
Saat seseorang mendapatkan sesuatu yang sangat diinginkan,
seperti kenaikan gaji, mobil baru, atau liburan impian, kebahagiaan akan melonjak drastis.
Namun, seiring berjalannya waktu, otak mulai menyesuaikan diri dan kembali ke keadaan normal.
Sebaliknya, jika seseorang mengalami kejadian buruk,
seperti kehilangan pekerjaan atau putus hubungan, kesedihan akan terasa mendalam pada awalnya, tetapi perlahan-lahan emosi negatif itu akan mereda, dan seseorang akan kembali ke tingkat kebahagiaan awalnya.
Ilmuwan psikologi telah meneliti fenomena ini selama beberapa dekade.
Salah satu penelitian terkenal dilakukan oleh Brickman, Coates, dan Janoff-Bulman pada tahun 1978,
yang membandingkan tingkat kebahagiaan pemenang lotere dan para korban kecelakaan yang mengalami kelumpuhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pemenang lotere mengalami lonjakan kebahagiaan sesaat,
mereka akhirnya kembali ke tingkat kebahagiaan yang tidak jauh berbeda dari sebelumnya.
Begitu pula dengan mereka yang mengalami kecelakaan.
Setelah mengalami periode sulit,
banyak dari mereka yang mampu beradaptasi dan kembali merasa cukup bahagia dalam kehidupannya.
Proses adaptasi hedonis ini,
juga dapat dijelaskan melalui cara otak memproses kebahagiaan.
Ketika seseorang mencapai sesuatu yang baru dan menyenangkan,
otak melepaskan neurotransmiter seperti dopamin,
yang bertanggung jawab atas perasaan senang dan bahagia.
Namun, otak tidak akan terus-menerus memproduksi dopamin dalam jumlah yang sama.
Setelah beberapa saat, produksi neurotransmiter ini kembali ke tingkat normal,
membuat perasaan bahagia yang awalnya terasa begitu kuat perlahan menghilang.
Ini adalah cara tubuh mempertahankan keseimbangan emosional,
agar manusia tetap bisa berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Mengapa Pencapaian Tidak Selalu Membuat Bahagia?
Konsep ini menjelaskan mengapa banyak orang terus mengejar kebahagiaan,
dengan cara menargetkan pencapaian baru.
Mereka berpikir bahwa jika mendapatkan rumah lebih besar, gaji lebih tinggi,
atau pencapaian lebih besar, maka kebahagiaan mereka akan meningkat secara permanen.
Sayangnya, yang sering terjadi adalah mereka justru terjebak dalam “treadmill hedonis,”
yaitu kondisi di mana seseorang terus-menerus mengejar sesuatu yang lebih besar untuk merasakan kebahagiaan,
tetapi kebahagiaan itu selalu bersifat sementara.
Ini adalah siklus tanpa akhir yang sering kali membuat seseorang merasa tidak pernah benar-benar puas dengan kehidupannya.
Namun,
bukan berarti adaptasi hedonis membuat manusia tidak bisa mencapai kebahagiaan yang lebih stabil,
dan tahan lama.
Ada beberapa cara untuk mengatasi efek adaptasi ini,
salah satunya dengan mempraktikkan gratitude atau rasa syukur.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang secara rutin melatih rasa syukur terhadap hal-hal kecil dalam hidup,
cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi.
Dengan fokus pada apa yang sudah dimiliki dan menghargai momen kecil dalam kehidupan sehari-hari,
seseorang bisa mengurangi dampak negatif dari adaptasi hedonis.
Sumber Berita : Diolah Dari Berbagai Sumber
Halaman : 1 2 Selanjutnya