Ruanginspirasimu.com – Sebuah kisah inspirasi parenting, tentang mendidik anak memahami arti kesabaran dan empati. Langit sore mulai berubah jingga, suara azan magrib sebentar lagi akan berkumandang. Di dalam rumah yang penuh kehangatan, seorang ibu tengah duduk bersama anaknya di ruang keluarga. Aroma makanan berbuka mulai menyebar, tapi ada satu pelajaran yang ingin ia tanamkan lebih dulu sebelum hidangan dinikmati, yaitu kesabaran dan empati.
Bagaimana anak bisa memahami arti kesabaran dan empati jika mereka tidak diberikan ruang untuk merasakannya sendiri?
Ramadhan adalah momen berharga untuk menanamkan nilai-nilai penting yang akan mereka bawa hingga dewasa.
Sejak awal Ramadhan, ia berusaha mengajarkan kepada anaknya,
bahwa puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus,
tetapi juga tentang membangun karakter yang lebih baik.
Menanamkan Kesabaran di Tengah Godaan
Sore itu, anaknya yang baru berusia delapan tahun mulai gelisah.
Waktu berbuka terasa begitu lama, dan ia berkali-kali bertanya,
“Ibu, kapan kita boleh makan?” Sang ibu tersenyum lembut.
Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mengajarkan kesabaran dengan cara yang tidak menggurui.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kamu tahu, Nak,” katanya sambil mengusap kepala anaknya, “puasa mengajarkan kita untuk menahan diri.
Tidak semua yang kita inginkan bisa langsung kita dapatkan.
Sama seperti ketika kamu ingin mainan baru, tetapi harus menunggu dulu sampai hari ulang tahunmu.”
Anaknya terdiam, mencoba memahami.
Ibu lalu mengajak anaknya ke dapur, mengajaknya menyiapkan hidangan berbuka.
Dengan cara ini,
ia ingin mengalihkan perhatiannya dan sekaligus memberinya pemahaman,
bahwa menunggu bisa menjadi lebih mudah jika dilakukan dengan kegiatan yang bermakna.
Dari sinilah,
anak belajar bahwa kesabaran tidak hanya tentang menahan diri, tetapi juga menemukan makna di dalamnya.
Mengasah Empati Melalui Tindakan Nyata
Ketika adzan magrib berkumandang, ibu dan anaknya duduk di meja makan.
Sebelum menyantap hidangan, sang ibu bercerita tentang anak-anak lain yang tidak seberuntung mereka,
yang mungkin hari ini berbuka hanya dengan segelas air dan sepotong roti.
“Bayangkan kalau kamu harus berbuka tanpa makanan yang cukup. Bagaimana rasanya?”
Anaknya terdiam sejenak.
Ia mengangguk pelan, menyadari betapa beruntungnya ia bisa menikmati hidangan lezat setiap hari.
Inilah momen penting yang sang ibu harapkan,
anaknya tidak hanya memahami empati sebagai konsep, tetapi benar-benar merasakannya.
Besoknya, ibu mengajak anaknya untuk berbagi makanan dengan tetangga yang kurang mampu.
Dengan senang hati, anaknya ikut membantu menyiapkan paket makanan dan mengantarkannya sendiri.
Setelahnya, ia berkata, “Ibu, aku senang bisa membantu. Aku ingin berbagi lagi besok.”
Sang ibu tersenyum bangga.
Ia tahu bahwa pelajaran empati ini telah tertanam dalam hati anaknya,
bukan karena dipaksa, tetapi karena ia telah merasakannya sendiri.
Ramadhan sebagai Ladang Pembelajaran Karakter
Dalam perjalanan parenting,
tidak ada cara instan untuk menanamkan nilai-nilai baik kepada anak.
Ramadhan memberikan kesempatan emas bagi para orang tua untuk membentuk karakter anak,
melalui pengalaman nyata.
Dengan membiasakan anak untuk menahan diri dan memahami perasaan orang lain,
mereka tidak hanya menjalani ibadah puasa,
tetapi juga membangun karakter yang akan membentuk mereka menjadi pribadi yang lebih baik.
Seiring berjalannya waktu, anak-anak akan tumbuh dengan membawa nilai-nilai ini dalam kehidupan mereka.
Kesabaran dan empati yang mereka pelajari sejak kecil,
akan menjadi fondasi kuat dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Jadi,
bagi setiap orang tua, Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah,
tetapi juga momen terbaik untuk mendidik anak tentang nilai-nilai kehidupan.
Karena sejatinya, mendidik anak bukan hanya tentang memberi tahu apa yang benar dan salah,
tetapi juga tentang mengajak mereka merasakannya sendiri.
Sumber Berita : Diolah Dari Berbagai Sumber